Revolusi Industrialisasi

PEREKONOMIAN INDONESIA
REVOLUSI INDUSTRI 4.0

Disusun Oleh Kelompok 1:
Ajeng Ayu Prameswari (20217383)
Ellin Widiastuti (21217915)
Elvrin H. Sitorus (21217930)
Sekar Kartika Dewi (27217301)
KELAS :
1EB04
DOSEN PEMBIMBING :
Maulana Syarif Hidayatullah

PROGRAM STUDI AKUNTANSI
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS GUNADARMA
DEPOK
2018




KATA PENGANTAR
Dengan memanjatkan puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas segala limpahan rahmat dan karunia-Nya kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan makalah yang berjudul:

“REVOLUSI INDUSTRI 4.0”
Penulis menyadari bahwa didalam pembuatan makalah ini berkat bantuan dan tuntunan Tuhan Yang Maha Esa dan tidak lepas dari bantuan berbagai pihak untuk itu dalam kesempatan ini penulis menghaturkan rasa hormat dan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang membantu dalam pembuatan karya tulis ini.
            Penulis menyadari bahwa dalam proses penulisan karya tulis ini masih dari jauh dari kesempurnaan baik materi maupun cara penulisannya. Namun demikian, penulis telah berupaya dengan segala kemampuan dan pengetahuan yang dimiliki sehingga dapat selesai dengan baik dan oleh karenanya, penulis dengan rendah hati dan dengan tangan terbuka menerima masukan,saran dan usul guna penyempurnaan karya tulis ini.
            Akhirnya penulis berharap semoga karya tulis ilmiah ini dapat bermanfaat bagi seluruh pembaca.

Depok, 18 Mei 2018

                                                                                                                                                                                                                              Penyusun



BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Istilah revolusi industri diperkenalkan untuk pertama kalinya oleh Friedrich Engels dan Louis-Auguste Blanqui pada pertengahan abad ke-19. Tidak jelas penanggalan secara pasti tentang kapan dimulainya revolusi industri. Tetapi T.S. Ashton mencatat permulaan revolusi industri terjadi kira-kira antara tahun 1760-1830. Revolusi ini kemudian terus berkembang dan mengalami puncaknya pada pertengahan abad ke-19 , sekitar tahun 1850, ketika kemajuan teknologi dan ekonomi mendapatkan momentum dengan perkembangan mesin tenaga-uap, rel, dan kemudian di akhir abad tersebut berkembang mesin kombusi dalam serta mesin pembangkit tenaga listrik.
Revolusi Industri terjadi pada pertengahan abad ke-18. Awalnya didahului oleh revolusi agraria. Ada dua tahap revolusi agraria. Revolusi Agraria I adalah tahapan terjadinya perubahan penggunaan tanah yang semula hanya untuk pertanian menjadi usaha pertanian, perkebunan, dan peternakan yang terpadu. Revolusi Agraria II mengubah cara mengerjakan tanah yang semula tradisional dengan penggunaan mesin-mesin atau mekanisasi. Revolusi Industri terjadi di Inggris karena sebab-sebab berikut.


Situasi politik yang stabil. Adanya Revolusi Glorius tahun 1688 yang mengharuskan raja bersumpah setia kepada Bill of Right sehingga raja tunduk kepada undang-undang dan hanya menarik pajak berdasarkan atas persejutuan parlemen.
Inggris kaya bahan tambang, seperti batu bara, biji besi, timah, dan kaolin. Di samping itu, wol juga yang sangat menunjang industri tekstil.
Adanya penemuan baru di bidang teknologi yang dapat mempermudah cara kerja dan meningkatkan hasil produksi, misalnya alat-alat pemintal, mesin tenun, mesin uap, dan sebagainya.
Kemakmuran Inggris akibat majunya pelayaran dan perdagangan sehingga dapat menyediakan modal yang besar untuk bidang usaha. Di samping itu, di Inggris juga tersedia bahan mentah yang cukup karena Inggris mempunyai banyak daerah jajahan yang menghasilkan bahan mentah tersebut.
Pemerintah memberikan perlindungan hukum terhadap hasil-hasil penemuan baru (hak paten) sehingga mendorong kegiatan penelitian ilmiah.

Lebih-lebih setelah dibentuknya lembaga ilmiah Royal Society for Improving Natural Knowledge maka perkembangan teknologi dan industri bertambah maju.
Arus urbanisasi yang besar akibat Revolusi Agraria di pedesaan mendorong pemerintah Inggris untuk membuka industri yang lebih banyak agar dapat menampung mereka.



Rumusan Masalah
Apa Konsep dan tujuan Industrialisasi?
Apa Faktor Pendorong Industrialisasi?
Apa perkembangan sector industry Manufactur Nasional?
Apa permasalahan Industrialisasi Strategi Pembangunan Sektor Industri?
Tujuan Penulis
1.kita dapat mengetahui berbagai revolusi yang pernah terjadi
2. dapat menambah pengetahuan bagi kita
3. dengan revousi pemerintahan berjalan semakin baikdari masa sebelumnya









BAB II
PEMBAHASAN

KONSEP DAN TUJUAN INDUSTRIALISASI
Awal konsep industrialisasi Revolusi industri abad 18 di Inggris Penemuan metode baru dalam pemintalan dan penemuan kapas yang menciptakan spesialisasi produksi dan peningkatan produktivitas faktor produksi.  Industrialisasi suatu proses interkasi antara perkembangan teknologi, inovasi, spesialisasi dan perdagangan dunia untuk meningkatkan pendapatan masyarakat dengan mendorong perubahan struktur ekonomi.
Industrialisasi merupakan salah satu strategi jangka panjang untuk menjamin pertumbuhan ekonomi. Hanya beberapa Negara dengan penduduk sedikit & kekayaan alam melimpah seperti Kuwait & libya ingin mencapai pendapatan yang tinggi tanpa industrialisasi.
Tujuan pembangunan industri nasional baik jangka menengah maupun jangka panjang ditujukan untuk mengatasi permasalahan dan kelemahan baik di sektor industri maupun untuk mengatasi permasalahan secara nasional, yaitu :
1.      Meningkatkan penyerapan tenaga kerja industri.
2.      Meningkatkan ekspor Indonesia dan pember-dayaan pasar dalam negeri.
3.      Memberikan sumbangan pertumbuhan yang berarti bagi perekonomian.
4.      Mendukung perkembangan sektor infrastruktur.
5.       Meningkatkan kemampuan teknologi.
6.      Meningkatkan pendalaman struktur industri dan diversifikasi produk.
7.      Meningkatkan penyebaran industri.

FAKTOR-FAKTOR PENDUKUNG INDUSTRIALISASI

a. Kemampuan teknologi dan inovasi
b. Laju pertumbuhan pendapatan nasional per kapita
c.  Kondisi dan struktur awal ekonomi dalam negeri. Negara yang awalnya     memiliki industri dasar/primer/hulu seperti baja, semen, kimia, dan industri tengah seperti mesin alat produksi akan mengalami proses industrialisasi lebih cepat
d. Besar pangsa pasar DN yang ditentukan oleh tingkat pendapatan dan jumlah penduduk. Indonesia dengan 200 juta orang menyebabkan pertumbuhan kegiatan ekonomi
e. Ciri industrialisasi yaitu cara pelaksanaan industrialisasi seperti tahap implementasi, jenis industri unggulan dan insentif yang diberikan.
f. Keberadaan SDA. Negara dengan SDA yang besar cenderung lebih lambat dalam industrialisasi
g. Kebijakan/strategi pemerintah seperti tax holiday dan bebas bea masuk bagi industri orientasi ekspor.














PERKEMBANGAN SEKTOR INDUSTRI MANUFAKTUR NASIONAL
Perkembangan industri manufaktur di sebuah negara dapat digunakan sebagai parameter perkembangan industri secara nasional negara tersebut. Karenanya perlu arahan dan kebijakan yang jelas dalam mengembangkan industri manufaktur ini.
Pengertian Industri Manufaktur
Manufaktur adalah suatu cabang industri yang mengaplikasikan mesin, peralatan dan tenaga kerja dan suatu medium proses untuk mengubah bahan mentah menjadi barang jadi untuk dijual.Istilah ini bisa digunakan untuk aktivitas manusia, dari kerajinan tangan sampai ke produksi dengan teknologi tinggi, namun demikian istilah ini lebih sering digunakan untuk dunia industri, di mana bahan baku diubah menjadi barang jadi dalam skala yang besar.

 Contoh Industri Manufaktur:

-Industri Semen
-Industri Otomotif
-Industri Peralatan Kantor
-Industri Tekstil
-Industri Barang Keperluan Rumah Tangga

Kontribusi sektor manufaktur yang besar terhadap perekonomian menyebabkan siklus perekonomian tidak terlepas dari dinamika sektor manufaktur.
dalam ekonomi sering dikaitkan dengan jumlah perusahaan yang masuk dan keluar dari suatu industri.
Selain terhadap perekonomian, dinamika perusahaan juga mempengaruhi penurunan output dan kesempatan kerja sektor manufaktur.
Jumlah perusahaan yang masuk dan keluar juga menjadi berpengaruh bagi fluktuasi makro ekonomi karena beberapa alasan.
Sebagian besar penelitian menganalisis hubungan antara karakteristik perusahaan manufaktur dengan siklus ekonomi yang berfokus pada negara-negara maju.
Belum ada penelitian yang melakukan analisis untuk menunjukkan pola sektor manufaktur dalam beberapa siklus bisnis, khususnya di negara-negara berkembang.






Sentimen Positif Global atas Perkembangan Industri Manufaktur Indonesia Saat Ini
Deloitte Touche Tohmatsu Limited (DTTL) mengungkap laporan Global Manufacturing Competitiveness Index 2016 yang meranking sektor manufaktur di 40 negara, baik untuk kondisi sekarang maupun akan datang. Peringkatnya atas diduduki China diikuti Amerika Serikat dan kemudian Jerman. Manufaktur Indonesia ada di posisi 19. Itu membuat Indonesia masih di bawah negara-negara tetangga misalkan Singapura (12), Malaysia (17), Thailand (14) dan Vietnam (18).
Proyeksi tahun 2020 memproyeksikan Amerika Serikat di peringkat pertama kemudian China dan Jerman. Untuk Indonesia diprediksi akan mencapai posisi 15. Singapura turun menjadi 11, Thailand tetap di 14, Vietnam dan Malaysia masing-masing naik menjadi 12 dan 13.
Dalam laporan itu memperhatikan kinerja manufaktur di India, Malaysia, Thailand, Vietnam dan Indonesia dengan memakai istilah Mighty Five. Kelima negara itu menjadi wakil atas New China dalam aspek biaya tenaga kerja murah, kemampuan memproduksi, profil menguntungkan atas demografi, kondisi pasar dan ekonomi yang tumbuh.
Masuknya Indonesia dalam Mighty Five sudah sewajarnya menjadi perhatian regulator karena kekuatan Indonesia umumnya didorong oleh upah buruh yang rendah ditambah bonus demografi. Kondisi upah buruh Indonesia satu perlima lebih murah dibandingkan China disebabkan oversupply tenaga kerja yang ada.
Untuk mewujudkan peningkatan peringkat sampai posisi 15 terbaik, setidaknya ada beberapa hal yang perlu mendapat perhatian penting.
Pertama berkaitan dengan ketersediaan bahan baku industri. Seperti diketahui bahan baku masih impor. Kepentingan penguatan industri sektor hulu untuk terintegrasi dengan sektor hilir semakin besar untuk menjamin cepatnya pasokan bahan baku. Keuntungannya bukan sekedar mengurangi ketergantungan impor namun sekaligus mengurangi pengaruh nilai tukar menukar bagi industri.






Peranan Industri Manufaktur dalam pembangunan Ekonomi Indonesia
Pembangunan ekonomi Indonesia dapat mempengaruhi kesejahteraan masyarakat.industri manufaktur sebagai factor utama, selain itu Industri Manufaktur memegang peran kunci sebagai mesin pembangunan karena industri manufaktur memiliki beberapa keunggulan dibandingkan sektor lain  Berikut ini beberapa alasan yang membuat industri manufaktur memiliki kontribusi dan peran besar terhadap pertumbuhan ekonomi di negara Kita, antara lain:

• Industri manufaktur mampu menyerap banyak tenaga kerja.
Salah satu contohnya yaitu dalam menyediakan lapangan kerja. Biasanya, industri manufaktur menjalankan produksi dalam skala yang besar sehingga tenaga kerja yang dibutuhkan pun relatif banyak sehingga angka pengangguran pun bisa berkurang.
• Industri manufaktur menciptakan nilai tambah.
Ada banyak hasil produksi atau produk yang dihasilkan oleh berbagai perusahaan bidang industri manufaktur yang ada di Indonesia.semua bahan dasar yang diolah dalam industri manufaktur dapat menciptakan nilai tambah produk yang dihasilkan. Semakin banyak variasi dan inovasi produk yang diciptakan, semakin besar pula potensinya.

Faktor-faktor yang menghambatpertumbuhan  manufaktur:
Gejala Deindustrialisasi
Perkembangan industri manufaktur di Indonesia juga dapat dilihat dari kontribusinya terhadap produk domestik bruto atau PDB. Bahkan pada akhir tahun 2005 dan awal tahun 2006, banyak pengamat ekonomi yang mengkhawatirkan terjadinya de-industrialisasi di Indonesia akibat pertumbuhan sektor industri manufaktur yang terus merosot.
Deindustrialisasi merupakan gejala menurunnya sektor industri yang ditandai dengan merosotnya pertumbuhan industri manufaktur yang berlangsung secara terus menerus. Melorotnya perkembangan sektor industri manufaktur saat itu mirip dengan gejala yang terjadi menjelang ambruknya rezim orde baru pada krisis global yang terjadi pada tahun 1998. Selain menurunkan sumbangannya terhadap produk domestik bruto, merosotnya pertumbuhan industri manufaktur juga menurunkan kemampuannya dalam penyerapan tenaga kerja.
Data dari Biro Pusat Statistik (BPS) memperlihatkan bahwa pada triwulan pertama tahun 2005, pertumbuhan industri manufaktur di Indonesia sebenarnya masih cukup tinggi, yaitu mencapai 7,1 persen. Namun memasuki triwulan kedua tahun 2005 perkembangannya terus merosot. Bahkan pada akhir tahun 2005, perkembangan industri manufaktur kita hanya mencapai 2,9 persen. Kondisi ini semakin parah setelah memasuki triwulan pertama tahun 2006 karena pertumbuhannya hanya sebesar 2,0 persen.
Problem Pengangguran
Sebagai sektor industri yang sangat penting, perkembangan industri manufaktur memang sangat diandalkan. Penurunan pertumbuhan sektor industri ini dapat menimbulkan efek domino yang sangat meresahkan. Bukan saja akan menyebabkan PDB menurun namun yang lebih mengkhawatirkan adalah terjadinya gelombang pengangguran baru. Apalagi problem pengangguran yang ada saat ini saja masih belum mampu diatasi dengan baik.
Kita mestinya bisa belajar banyak dari pengalaman tragedi ekonomi tahun 1998. Selain menyangkut fondasi perekonomian nasional yang mesti diperkuat, sejumlah ahli juga melihat perlunya membenahi strategi pembangunan industri di Indonesia. Kalau perlu, pemerintah bisa melakukan rancang ulang atau redesign menyangkut visi dan misi pembangunan industri, dari sejak hulu hingga hilir. Paling tidak agar produk industri kita mampu bersaing di pasar global.











PERMASALAHAN INDUSTRIALISASI

Kendala bagi pertumbuhan industri di dalam negeri adalah ketergantungan terhadap bahan baku serta komponen impor. Mesin-mesin produksi yang sudah tua juga menjadi hambatan bagi peningkatan produktivitas dan efisiensi.
Permasalahan-permasalahan tersebut telah menurunkan daya saing industri dalam negeri. Kementerian Perindustrian telah mengidentifikasinya. Responsnya adalah dibuat Program Peningkatan Penggunaan Produk Dalam Negeri.
Namun, fakta di lapangan jauh dari harapan. Regulasi pemerintah pusat tak seiring dengan regulasi pemerintah daerah. Bahkan, di antara kementerian teknis bukan kebijakan sendiri-sendiri.Tahun 2010-2014, Kementerian Perindustrian menargetkan pertumbuhan industri nonmigas 8,95 persen dan kontribusi industri pengolahan terhadap produk domestik bruto 24,67 persen. Ditargetkan total investasi 2010-2014 mencapai Rp 735,9 triliun.
Untuk mencapai target itu, Kementerian Perindustrian membuat kerangka pembangunan industri nasional. Kerangka itu yang akan menjadi acuan untuk membangkitkan industri agar siap menghadapi perdagangan bebas dan ASEAN EconomicCommunity.
Agar siap menghadapi itu semua, menurut Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Anton Supit, peningkatan daya saing menjadi kunci utama. Leadership, mulai dari presiden hingga pejabat pemerintah lainnya, yang mau mengenakan produk dalam negeri juga tidak boleh diabaikan.













Masalah dalam industri manufaktur nasional:

1. Kelemahan struktural

Basis ekspor & pasar masih sempitè walaupun Indonesia mempunyai banyak sumber daya alam & TK, tapi produk & pasarnya masih terkonsentrasi:
Terbatas pada empat produk (kayu lapis, pakaian jadi, tekstil & alas kaki)
Pasar tekstil & pakaian jadi terbatas pada beberapa negara: USA, Kanada, Turki & Norwegia, USA, Jepang & Singapura mengimpor 50% dari total ekspor tekstil pakaian jadi dari Indonesia.
Produk penyumbang 80% dari ekspor manufaktur indonesia masih mudah terpengaruh oleh perubahan permintaan produk di pasar terbatas
Banyak produk manufaktur terpilih padat karya mengalami penurunan harga muncul pesaing baru seperti cina &vietman
Produk manufaktur tradisional menurun daya saingnya sbg akibat factor internal seperti tuntutan kenaikan upah

Ketergantungan impor sangat tinggi

1990, Indonesia menarik banyak PMA untuk industri berteknologi tinggi seperti kimia, elektronik, otomotif, dsb, tapi masih proses penggabungan, pengepakan dan assembling dengan hasil:

Nilai impor bahan baku, komponen &input perantara masih tinggi diatas 45%
Industri padat karya seperti tekstil, pakaian jadi & kulit bergantung kepada impor bahan baku, komponen &  input perantara  masih tinggi.
PMA sector manufaktur masih bergantung kepada suplai bahan baku & komponen dari LN
Peralihan teknologi (teknikal, manajemen, pemasaran, pengembangan organisasi dan keterkaitan eksternal) dari PMA masih terbatas
Pengembangan produk dengan merek sendiri dan pembangunan jaringan
    pemasaran masih terbatas

Tidak ada industri berteknologi menengah
Kontribusi industri berteknologi menengah (logam, karet, plastik, semen) thd pembangunan sektor industri manufaktur menurun tahun 1985 -1997.
Kontribusi produk padat modal (material dari plastik, karet, pupuk, kertas, besi & baja) thd ekspor menurun 1985 –1 997
Produksi produk dg teknologi rendah berkembang pesat.

Konsentrasi regional

              Industri menengah & besar terkonsentrasi di Jawa.

2. Kelemahan organisasi

Industri kecil & menengah masih terbelakangèproduktivtas rendahèJumlah Tk masih banyak (padat Karya)
Konsentrasi Pasar
Kapasitas menyerap & mengembangkan teknologi masih lemah
SDM yang lemah











      STRATEGI PEMBANGUNAN SEKTOR INDUSTRI

Era globalisasi ekonomi yang disertai dengan pesatnya perkembangan teknologi, berdampak sangat ketatnya persaingan dan cepatnya terjadi perubahan lingkungan usaha. Produk-produk hasil manufaktur di dalam negeri saat ini begitu keluar dari pabrik langsung berkompetisi dengan produk luar, dunia usaha pun harus menerima kenyataan bahwa pesatnya perkembangan teknologi telah mengakibatkan cepat usangnya fasilitas produksi, semakin singkatnya masa edar produk, serta semakin rendahnya margin keuntungan. Dalam melaksanakan proses pembangunan industri, keadaan tersebut merupakan kenyataan yang harus dihadapi serta harus menjadi pertimbangan yang menentukan dalam setiap kebijakan yang akan dikeluarkan, sekaligus merupakan paradigma baru yang harus dihadapi oleh negara manapun dalam melaksanakan proses industrialisasi negaranya.
Atas dasar pemikiran tersebut kebijakan dalam pembangunan industri Indonesia harus dapat menjawab tantangan globalisasi ekonomi dunia dan mampu mengantisipasi perkembangan perubahan lingkungan yang cepat. Persaingan internasional merupakan suatu perspektif baru bagi semua negara, sehingga fokus strategi pembangunan industri pada masa depan adalah membangun daya saing sektor industri yang berkelanjutan di pasar domestik.
Dalam situasi yang seperti itu, maka untuk mempercepat proses industrialisasi, menjawab tantangan dari dampak negatif gerakan globalisasi dan liberalisasi ekonomi dunia, serta mengantisipasi perkembangan di masa yang akan datang, pembangunan industri nasional memerlukan arahan dan kebijakan yang jelas. Kebijakan yang mampu menjawab pertanyaan, kemana dan seperti apa bangun industri Indonesia dalam jangka menengah, maupun jangka panjang.
Untuk menjawab dan mengantisipasi berbagai masalah, issue, serta tantangan di atas, Departemen Perindustrian telah menyusun Kebijakan Pembangunan Industri Nasional yang telah disepakati oleh berbagai pihak terkait, dimana pendekatan pembangunan industri dilakukan melalui Konsep Klaster dalam konteks membangun daya saing industri yang berkelanjutan. Sesuai dengan kriteria daya saing yang ditetapkan untuk kurun waktu jangka menengah (2005-2009) telah dipilih pengembangan klaster industri inti termasuk pengembangan industri terkait dan industri penunjang.



Strategi industrialisasi

1. Strategi Subtitusi Impor

- Lebih menekankan pada pengembangan industry yang berorientasi pada pasar domestic
- Strategi subtitusi impor adalah industry domestic yang membuat barang menggantikan impor
- Dilandasi oleh pemikiran bahwa laju pertumbuhan ekonomi yang tinggi dapat dicapai dengan

mengembangkan industry dalam negeri yang memproduksi barang pengganti impor
Pertimbangan yang lajim digunakan dalam memilih strategi ini adalah:
a.       SDA dan factor produksi lain (terutama tenaga kerja) cukup tersedia
b.      Potensi permintaan dalam negeri memadai
c. Pendorong perkembangan sector industry manufaktur dalam negeri
d. Dengan perkembangan industry dalam negeri, kesempatan kerja lebih luas
e. Dapat mengurangi ketergantungan impor

2. Penerapan strategi subtitusi impor dan hasilnya di Indonesia
         Industry manufaktur nasional tidak berkembang baik selama orde baru
         Ekspor manufaktur Indonesia belum berkembang dengan baik
         Kebijakan proteksi yang berlebihan selama orde baru menimbulkan high cost economy
         Teknologi yang digunakan oleh industry dalam negeri, sangat diproteksi







3. Strategi Promosi Ekspor
         Lebih berorientasi ke pasar internasional dalam pengembangan usaha dalam negeri
         Tidak ada diskriminasi dalam pemberian insentif dan fasilitas kemudahan lainnya dari pemerintah
         Dilandasi pemikiran bahwa laju pertumbuhan ekonomi yang tinggi dapat dicapai jika produk yang   dibuat di dalam negeri dijual di pasar ekspor
         Strategi promosi ekspor mempromosikan fleksibilitas dalam pergeseran sumber daya ekonomi yang ada mengikuti perubahan pola keunggulan komparatif

4. Kebijakan industrialisasi
      Dirombaknya system devisa sehingga transaksi luar negeri lebih bebas dan sederhana
Dikuranginya fasilitas khusus yang hanya disediakan bagi perusahaan Negara dan      kebijakan pemerintah untuk mendorong pertumbuhan sector swasta bersama-sama dengan BUMN.













BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Revolusi industri adalah revolusi yang terjadi karena banyaknya penemuan-penemuan berupa mesin yang menggantikan peran tenaga manusia. pertama kali terjadi di Inggris

BAB IV
DAFTAR PUSTAKA
http://mariyammariya.blogspot.co.id/2015/04/strategi-pembangunan-sektor-industri.html?m=1
http://srisukmawati97.blogspot.co.id/2015/04/permasalahan-industrialisasi.html?m=1
Sumber: http://jabbarspace.blogspot.com/2011/05/industrialisasi.html

Sumber:https://rosdianayulia35.wordpress.com/2015/05/02/11-1-konsep-dan-tujuan-industrialisasi/




Komentar

Postingan populer dari blog ini

Sistem Perekonomian

Pengantar Bisnis #3